Ingatkan PMII Tidak Melupakan NU

Mantan ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) H Ahmad Bagja berharap seluruh alumni dan kader PMII tidak melupakan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai basis kultural organisasi kemahasiswaan ini. PMII di awal pendiriannya dimaksudkan sebagai organisasi kemahasiswaan NU, meski dalam perjalanannya menyatakan tidak terikat secara organisatoris dengan NU.

Hal tersebut dikatakan Ahmad Bagdja dalam acara istighotsah dan refleksi Hari Kelahiran (Harlah) ke-50 PMII di halaman kantor Pengurus Besar PMII Jakarta, Sabtu (17/4) malam. Sejumlah alumni PMII hadir dalam acara ini termasuk Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj, Muhyiddin Arubusman dan Otong Abdurrahman.



“Sebesar apapun anda, sebanyak apapun kader, sebanyak apapun ban yang anda bakar saat berdemonstrasi, anda tidak akan ada tanpa NU,” kata Ahmad Bagdja di hadapan pengurus PB PMII dan seluruh kader yang hadir.

Bagja meminta PMII tidak hanya mengingat NU sebagai jam’iyah atau organisasi muslim terbesar, tetapi juga seperangkat tata nilai yang dihayati dan diamalkannya berupa ajaran Islam ahlussunnah wal jamaah (Aswaja). "PMII punya nilai yang jelas, cita-cita yang jelas,  tujuan yang jelas. Semua itu tidak boleh dikaburkan oleh apapun," tegasnya.

Lebih lanjut dikatakan, diusianya yang sudah setengah abad, kader PMII harus meneguhkan citranya sebagai organisasi mahasiswa Islam yang memiliki kerangka berpikir dan paham keagamaan ahlus sunnah wal jamaah. "Jangan mengaburkan eksistensi dan warna organisasi PMII.Dan warna terkuat dari PMII adalah warna NU," imbuh Bagja.

Acara  istighotsah dan “Harlah Emas” PMII juga dirangkai dengan peringatan 100 hari salah seorang tokoh besar NU, KH Abdurrahman Wahid.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj dalam kesempatan itu mengajak alumni dan anggota PMII untuk tetap berpegang pada mabda atau garis perjuangan PMII yang telah dirintis oleh para pendiri.

“Kita harus meneruskan prinsip, mabda dan cita-cita yang diwariskan oleh pendiri PMII. Kita punya mabda. Boleh membaca buku apa saja, pemikiran siapa saja, tapi kita punya kitab Fathul Muin, Fathul Qorib, itu juga harus tetap dibaca,” katanya. (nam/yus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar